Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2014

Mari Bercerita

Kini semua tak lagi sama. Telah lama aku berpikir bahwa aku tak pernah bisa hidup tanpa cahaya. Tapi ketika satu persatu cahaya itu padam aku tak bisa apa-apa.  Tak lagi ada nafas yang membuatnya bergerak seirama, seperti sepasang tangan yang mendampingi kaki untuk selalu jalan teratur. Kemudian berhenti lalu tak bergerak sama sekali.  Pada akhirnya aku hanya akan membaca setiap langkah yang dibuat. Tanpa berusaha mendampingi kaki-kaki itu dengan senyum. Pada akhirnya aku tak pernah berani bicara, meski mulut penuh dengan kata-kata.

Raisa - LDR

Ku teringat dalam lamunan Rasa sentuhan jemari tanganmu Ku teringat walau telah pudar Suara tawamu, sungguh ku rindu Tanpamu langit tak berbintang Tanpamu hampa yang ku rasa Seandainya jarak tiada berarti Akan ku arungi  ruang  dan waktu dalam sekejap saja Seandainya sang waktu dapat mengerti Takkan  ada rindu yang terus mengganggu Kau akan kembali bersamaku Ku teringat walau telah pudar Suara tawamu, sungguh ku rindu Tanpamu langit tak berbintang Tanpamu hampa yang ku rasa Seandainya jarak tiada berarti Akan ku arungi ruang dan waktu  dalam  sekejap saja Seandainya sang waktu dapat mengerti Takkan ada rindu yang terus  mengganggu Kau akan kembali bersamaku Terbit dan tenggelamnya matahari Membawamu lebih dekat  Denganmu langitku berbintang Denganmu sempurna ku rasa Seandainya jarak tiada berarti Akan ku arungi ruang dan waktu dalam sekejap  saja Seandainya sang waktu dapat mengerti Takkan ada rindu  yang  terus mengganggu Kau akan kembali bersamaku

Tentang Sali

Namanya Sali, gadis lugu yang cantik dari kampung kecil di pinggiran kota. Wajahnya berbeda dari kebanyakan gadis yang tinggal di perkampungan kumuh lainnya. Rambut pirang, dengan mata biru dan bulu mata yang lentik. Hidungnya tinggi namun kecil, sedangkan bibirnya kecil tapi merah merekah bagai delima. Kulitnya putih bersih, tubuhnya ramping bak selebritis ibu kota dengan postur badan tinggi seperti orang eropa. Itu yang membuatnya terlihat begitu mencolok dibanding anak-anak gadis lainnya. Ibu Sali hanya penjual nasi uduk di pinggiran rel kereta. Pelanggannya hanya sebagian dari pejalan kaki yang melintasi rel kereta, selebihnya itu penduduk kampung dan para tunawisma juga pengemis-pengemis. Kadang untung kadang buntung. “bu..” “iya nak”, jawab mak Dasmi sambil membalik gorengannya. Wajahnya menyimpan lelah yang banyak. Keriputnya tidak bisa lagi disembunyikan. Sali berjalan mendekati  seseorang yang biasa ia panggil ibu, kemudian memeluk tubuh kecil kurus yang sudah mul