Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2014

Gigi Papah

Garis-garis di dahinya semakin hari semakin bertambah. Kapan aku memperhatikan itu?  Kulit wajahnya pun sedikit turun. Aku tak tau itu terjadi. Kulitnya menghitam semakin hari. Tampannya juga mulai luntur. Gagah fotonya kini tak nampak lagi. Hei.. aku ingat dulu. Saat kaki-kakiku kecil. Tubuh yang mungil. Si kecil yang rajin bertanya padamu. Aku sangat lucu bukan?  Kenapa aku baru sadar. Kau semakin tua sekarang. Hampir setengah abad beberapa tahun lagi. Sore ini ketika makan bersama, kita berbincang tentang banyak hal. Seperti biasa. Mungkin aku yang paling banyak bicara.  Makanannya habis. Kemudian kita bergurau tentang pertandingan bulutangkis di tv. Akhirnya dia menyadari, gigi nya patah. Ompong satu. Aku tertawa, memanggil ibu di luar yang berbincang dengan tetangga untuk masuk kepembicaraan kita. Giginya patah. Candaan baru keluarga. Di sela tawa kita, garis-garis di dahinya semakin terlihat. Ia menjadi tua. Tawaku berubah takut. Aku berharap ia men

Hujan di lantai delapan

Malam ini cuaca tak seberapa bagus, bau air dimana-mana. Hujan turun. Seperti biasa, waktu berputar 24 jam dalam sehari, berhitung tak pernah lelah. Menentukan cahaya dan gelap masuk sesuai jadwalnya.  Hujan hari ini sangat bahagia, ditemani kawan petir sesekali. Aku tak memiliki alasan, mungkin mereka tertawa melihat tingkah manusia yang semakin hari semakin kejam. Aku sempat lupa. Hujan juga berkawan angin. Kadang masuk kesela tulang di pinggiran jalan yang gelap. Merubah murung si tukang air panas yang tak laku, menjadi tawa penuh harap. Bias-bias lampu yang indah kemudian masuk melalui kaca. Kegelapan yang seharusnya menyelimuti cakrawara kini sirna karena cahaya. Makna apa yang kamu miliki kini? adakah yang bisa kau simpan? setidaknya dalam hati. Jangan percaya siapapun. Apalagi pada gelap yang hanya beri bias. Cukup hidup pada pedoman keyakinan, doa orang tua, dan simpanan masa depan.