Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2013

ANDROMEDA AURIGA

Ku lirik jam di tanganku lagi. Kuulagi terus menerus dan entah sudah yang keberapa kali. Kali ini aku memilih duduk di bahu jalan tempat kita pertama kali bertemu.  *** Malam itu pukul delapan malam. Tapi aku masih berada di pinggir trotoar yang penuh asap kendaraan. Ditemani lampu jalan yang tepat disampingku. Dari jauh kulihat seseorang berlari kearahku. Tinggi, rambutnya tepat sebahu lurus, badannya sedikit terlihat kurus semakin lama semakin dekat kearahku. Dan….. “ini..” tangannya menjulurkan sesuatu. “ooh ..ini”, “kamu meninggalkannya di bangku bis tadi”, potongnya dengan nafas terenggah. Keringatnya jatuh begitu saja di kaus merah berkerah hitam dari kepalanya. Rambutnya yang sedikit gondrong terlihat lepek. Dia membungkuk seperti gerakan solat kearah jalan, sambil mengatur nafas barangkali. “maaf”, “sebenarnya ini tak terlalu penting, jadi aku tinggalkan” jawabku berbohong. “hah?” dia berdiri. Terlihat sangat terkejut dengan jawaban yang aku beri

STAY

"aku tak butuh kesahmu. dengarkan aku. kali ini aku pinta kau dengarkan aku." Tanganmu dikepala. menyuruhnya terus kebawah menengelamkan frustasi. wajahmu penuh amarah dan aku tak dengar suara penjaga itu. aku tak dengar suara sang pelindung yang dijanjikan Tuhan. apa Tuhan bohong tentang dia? ah, tapi aku percaya. betapa bodohnya aku. menunggu seseorang yang tak pernah bicara apapun selain kata pergi malam ini. "tolong pergi dari sini" "gue bilang PERGI!!!!!!!!!" Untuk kesekian kalinya aku mendengar teriakanmu yang keras. aku resah, aku pikir aku demam. Demam karena terlalu setia kepadamu. Selama ini kita hanya berputar-putar pada kenyataan meskipun aku tidak peduli. Sungguh aku tidak pernah yakin dengan perasaanku. Caramu yang membuat aku tak bisa hidup tanpamu membuat larut dan inginkan kamu untuk tetap bersamaku. Sungguh, ini bukan seperti hidupku. Bukan sekedar sesuatu yang kamu ambil dari diriku lalu kamu kembalikan.Sungguh ini bukan sep

ALIHKAN

Damai di dalam jiwa yang sering kita rasa dan perasaan terlena yang sering kita ungkap itu tak lagi ada. Mungkin dimakan oleh kayu-kayu harapan yang pernah kamu buat, atau mungkin sudah habis dimakan rayap-rayap yang kelaparan karena rumah itu tak pernah jadi. Beberapa hari ini aku selalu bertanya pada Tuhan yang aku tahu meskipun aku tak bertanya padanya Dia selalu menjawab semuanya. Apa yang aku pertanyakan adalah kenyataan. . . Logika yang sudah begitu lama kau puja.