Ku lirik jam di tanganku lagi. Kuulagi terus menerus dan
entah sudah yang keberapa kali. Kali ini aku memilih duduk di bahu jalan tempat
kita pertama kali bertemu.
***
Malam itu pukul delapan malam. Tapi aku masih berada di
pinggir trotoar yang penuh asap kendaraan. Ditemani lampu jalan yang tepat
disampingku. Dari jauh kulihat seseorang berlari kearahku. Tinggi, rambutnya
tepat sebahu lurus, badannya sedikit terlihat kurus semakin lama semakin dekat
kearahku. Dan…..
“ini..” tangannya menjulurkan sesuatu.
“ooh ..ini”,
“kamu meninggalkannya di bangku bis tadi”, potongnya dengan
nafas terenggah. Keringatnya jatuh begitu saja di kaus merah berkerah hitam
dari kepalanya. Rambutnya yang sedikit gondrong terlihat lepek. Dia membungkuk
seperti gerakan solat kearah jalan, sambil mengatur nafas barangkali.
“maaf”, “sebenarnya ini tak terlalu penting, jadi aku
tinggalkan” jawabku berbohong.
“hah?” dia berdiri. Terlihat sangat terkejut dengan jawaban
yang aku beri barusan. “apa kamu bercanda?”
“tidak, bagiku bunga ini tidak penting. Jadi aku
meninggalkannya” jawabku kemudian tertunduk karena seringai matanya terus
menatapku dalam.
Aku merasa dia menatapku terus. Entah benar atau tidak tapi
aku merasa begitu jadi aku hanya menatap aspal berdebu di trotoar jalan yang
sama ini.
“oke” dia tiba-tiba mengatakan sesuatu. “kalau begitu anggap
bunga ini dariku” kata-katanya kali ini membuatku mengangkat kepala dan
memberanikan diri menatapnya. Akhirnya aku menarik kedua ujung bibirku.
“terimakasih”
Ku lirik jam tanganku lagi. Tapi dia belum juga datang. Sudah
tiga tahun yang lalu sejak seseorang berlari kearahku sambil membawakanku
bunga. Dan aku selalu mengharapkannya. Kemana dia hari ini. Kenapa membuatku
menunggu terlalu lama.
Komentar
Posting Komentar