Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Langkah

Tlah ku bulatkan tekad Tak perlu lagi dipikirkan Apakah aku salah atau benar Tak perlu melihat jauh kedepan Ini bukanlah nafsu Aku tau ini cinta. . . Tapi jika kukatakan pada dunia, takkan pernah cukup kata-kataku Karena tidak kukatakan padamu Dan itulah harus kulakukan jika akhirnya aku bersamamu Haruskah aku menyerah atau terus lanjutkan langkah Meski jalan ini menuju entah kemana atau akankah sia-sia Meski aku tau tempatku haruskah kutinggalkan disana Haruskah aku menyerah atau terus lanjutkan langkah Meskipun jalan ini menuju entah kemana Kukuatkan diriku dan terbang kitari lingkaran  Menunggu saat hatiku luruh dan punggungku mulai pegal Akhirnya mungkinkah begini. . .

Ordinary

"If what you see by the eye doesn't please you, then close your eyes and see from the heart. Because the heart can see beauty and love more than the eyes can ever wonder" Mungkin hidup ini tak banyak membuat kita puas. Keluhan-keluhan yang kadang diungkapkan hanya untuk alasan emosional. Umurmu sudah 21, tapi apa yang sudah dilakukan untuk hidupmu? Aku pernah jatuh dari ketinggian, merasakan dada ini begitu sesak seperti disayat ribuan pisau bersamaan. Merasakan sendiri dalam sepi yang berkepanjangan meski angin menghempasku diseluruh tubuh, menggoyang tubuhku kesana-kemari tanpa arah. Dingin dan sepi. Tapi kemudian jatuh dan sakit. Aku tak sempat berpikir saat aku ada diawang-awang, bagaimana bisa aku melihat sekeliling dengan mata jelas sedangkan air mata yang terbang kesana-sini. Belum lagi ketika aku menyentuh tanah. Lemas tak bernyawa, kaki, tangan, tubuh, dan wajahku penuh luka. Ketika itu tiba aku ingin hujan, aku ingin hujan bersamaku kemudian dengan lembut

Something Let it go. . .

"if you love something let it go, if it comes back to you it's your. if it doesn't, it never was" gelas berkeringat disamping buku-buku berdebu kadang terlihat menggiurkan dan kadang tidak sama sekali terserah padanya untuk isi aku suka yang merah kadang aku suka kuning, cokelat, hitam dan putih percuma aku bicara pada jarum yang berjalan bukannya berhenti, tapi malah berani memarahi aku tak suka di paksa berhitung lagi mundurpun aku ragu. . . . tapi berhenti itu lebih sulit dari yang aku bayangkan jujur saja, aku pernah coba merubah arahnya sedikit maaf. maaf pada rangkaian kata-kata pernah dibuat sistematis berharap kata 'mengerti' keluar dari dasar hati tapi takdir belum berani bilang 'iya' pada kisahnya membuat ribuan kata tak pernah terucap lalu hilang perlahan dimakan jarum-jarum itu

Obrolan Malam

Seperti biasa saja. Sepulang bekerja segera membasuh diri dengan mandi. Mencari yang tidak ada di rumah dan menanyakan segalanya yang tidak diketahui. Setelah mandi aku biasanya duduk depan televisi. Menikmati sore yang beranjak di telan malam perlahan dengan makanan manis yang dibuat ibu sebelum magrib tadi. Perbincangan hangat terjadi setiap hari di rumah ini. Rumah terindah yang dibuat ayah dan ibuku untuk membesarkan aku, kakakku, dan adik-adikku. Tidak besar memang. Namun nyaman dan tentram. Aku meneteskan air mata menulis ini. Sore ini perbincangan hangat seperti teh yang di buatkan ibuku sepulang aku bekerja, manis dan hangat. Itu mengapa aku selalu merindukan rumah dimanapun aku berada. Ayahku memulai perbincangannya, sebelumnya beliau menenggak kopi hitam miliknya dulu. Kemudian duduk disebelah adikku lalu bercengkrama. Ayahku memang begitu, sikap hangatnya setiap hari membuat siapa saja rindu padanya. Pernah waktu itu beberapa kali aku tanyakan keberadaan ayahku pada ibu

AR

mengapa hidup begitu penuh dengan harapan. kata-kata yang sering terucap oleh mereka begitu meyakinkan. rasanya begitu membuat dada ini kembang-kempis. menunggu bahagia yang banjir akibat  waktu. bagaimana nasip seorang pemuda ini? berkali-kali mengulang kejadian yang sama di waktu yang tak jauh beda.  adakalanya aku tak mengerti cara-cara Tuhan memegang hidupnya yang begitu rumit. beberapa kali harapan itu didepan mata tapi di tatapan yang sama dia mengubahnya. seberapa banyak Kamu mencintainya Tuhan? kenapa senyum itu tak pernah sempat ditariknya. padahal kabar-kabar bahagia telah diterima dunia.  jika benar ada pilihan dalam hidupnya, berikanlah yang terbaik untuknya. jika masih belum juga, aku mohon tabahkanlah hatinya, teguhkanlah imannya, tetapkanlah pandangannya hanya kepadaMu. sore ini aku pulang setelah beraktifitas seharian. wajahku pucat pasi menahan lelah. meski tanpa cermin.  harusnya seperti biasa.  minum teh atau sejenisnya lalu duduk menonton tv kemudian berce

Terlalu Pagi

malam sudah lewat. tapi kebanyakan enggan menyebutnya pagi. wajah ini masih mengahadap ke arah kiblat dengan memangku sebuah benda mati bercahaya menarikan jari yang sedari pagi giat bekerja naik turun, kekanan kekiri, keatas kebawah membulatkan huruf-huruf yang ingin menjadi kata sayang tarian jari tak memperlancar peredaran darah tapi aku suka kadang sesuatu yang melubangi hati susah untuk di ungkapkan rangkaian kata yang sebenarnya ingin di ucapkan seolah membisu di rantai besi tapi aku juga sulit menuliskannya aku masih heran, sejauh ini dunia belum mengerti atau aku yang harus mengikutinya? jari ini telungkup. berhenti. kemudian terangkat sesekali untuk menekan salah satunya namun yang terjadi adalah kembali telungkup. apa yang salah? apa barisan-barisan kata sebelumnya harus dibalas? atau sengaja kudiamkan dan berpura-pura tidak tau. kedua tangan akhirnya beranjak. tapi sayang bukan untuk menuliskan kalimat keduanya menutup mata dan telinga. tak mau mende

Selamat Ulang Tahun

"....aku tidak tahu kemalangan jenis apa yang menimpa kamu, tapi aku ingin percaya ada insiden yang cukup dasyat di dunia serba selular ini hingga kamu tidak bisa menghubungiku. Mungkinkah matahari lupa ingatan, lalu keasyikan terbenam atau terlambat terbit? bahkan kiamat pun hanya berbicara soal arah yang terbalik, bukan soal perubahan jadwal...." pagi itu sudah ribuan detik aku lewati. jalanan luas yang lenggang aku tentang. entah sudah berapa banyak gelap yang aku diami tapi aku masih bimbang menunggu dunia ini mengerti. siang hari aku ditemani matahari yang tertawa. meski aku punya miliaran langkah untuk mengartikan jarak kita tapi aku hanya memiliki satu cara untuk bicara. malam hari matahari mulai berangkat pulang. tapi sinarnya belum hilang menunggu diajak. aku mohon tahanlah waktu. ada kata selamat ulang tahun yang harus tiba tepat pada waktunya untuk dia yang menanti. tengah malamnya sudah lewat. meski tiada kejutan menanti aku hanya terlunta tak bisa bicara

DENGANMU SAHABATKU

Berjalan di atas warna pelangi Tertawa melintasi matahari Candamu kau berikan selalu kau curahkan Cerita manismu padaku seorang Teringat kembali kisah yang lalu kala sahabat menjadi bungaku dan janji ini berpaut janji kita menyambut setia bersama terasa bahagia Indah yang pernah kurasakan dulu kini lepas menjadi masa yang lalu Ingin rasakan kembali hadirmu didalam hatiku mengisi kisahku Denganmu sahabatku Harusnya tak terucap kata itu Kala dirimu meminta hatiku Menjadi kekasihmu memiliki cintamu Sesali hari itu ingin ku putar waktu Indah yang pernah kurasakan dulu kini lepas menjadi masa yang lalu Ingin rasakan kembali hadirmu didalam hatiku mengisi kisahku Denganmu Sahabatku Namun hatiku kan selalu merasa Sahabat tercinta yang dulu tercipta kan hadir selamanya.....

ANDROMEDA AURIGA

Ku lirik jam di tanganku lagi. Kuulagi terus menerus dan entah sudah yang keberapa kali. Kali ini aku memilih duduk di bahu jalan tempat kita pertama kali bertemu.  *** Malam itu pukul delapan malam. Tapi aku masih berada di pinggir trotoar yang penuh asap kendaraan. Ditemani lampu jalan yang tepat disampingku. Dari jauh kulihat seseorang berlari kearahku. Tinggi, rambutnya tepat sebahu lurus, badannya sedikit terlihat kurus semakin lama semakin dekat kearahku. Dan….. “ini..” tangannya menjulurkan sesuatu. “ooh ..ini”, “kamu meninggalkannya di bangku bis tadi”, potongnya dengan nafas terenggah. Keringatnya jatuh begitu saja di kaus merah berkerah hitam dari kepalanya. Rambutnya yang sedikit gondrong terlihat lepek. Dia membungkuk seperti gerakan solat kearah jalan, sambil mengatur nafas barangkali. “maaf”, “sebenarnya ini tak terlalu penting, jadi aku tinggalkan” jawabku berbohong. “hah?” dia berdiri. Terlihat sangat terkejut dengan jawaban yang aku beri

STAY

"aku tak butuh kesahmu. dengarkan aku. kali ini aku pinta kau dengarkan aku." Tanganmu dikepala. menyuruhnya terus kebawah menengelamkan frustasi. wajahmu penuh amarah dan aku tak dengar suara penjaga itu. aku tak dengar suara sang pelindung yang dijanjikan Tuhan. apa Tuhan bohong tentang dia? ah, tapi aku percaya. betapa bodohnya aku. menunggu seseorang yang tak pernah bicara apapun selain kata pergi malam ini. "tolong pergi dari sini" "gue bilang PERGI!!!!!!!!!" Untuk kesekian kalinya aku mendengar teriakanmu yang keras. aku resah, aku pikir aku demam. Demam karena terlalu setia kepadamu. Selama ini kita hanya berputar-putar pada kenyataan meskipun aku tidak peduli. Sungguh aku tidak pernah yakin dengan perasaanku. Caramu yang membuat aku tak bisa hidup tanpamu membuat larut dan inginkan kamu untuk tetap bersamaku. Sungguh, ini bukan seperti hidupku. Bukan sekedar sesuatu yang kamu ambil dari diriku lalu kamu kembalikan.Sungguh ini bukan sep

ALIHKAN

Damai di dalam jiwa yang sering kita rasa dan perasaan terlena yang sering kita ungkap itu tak lagi ada. Mungkin dimakan oleh kayu-kayu harapan yang pernah kamu buat, atau mungkin sudah habis dimakan rayap-rayap yang kelaparan karena rumah itu tak pernah jadi. Beberapa hari ini aku selalu bertanya pada Tuhan yang aku tahu meskipun aku tak bertanya padanya Dia selalu menjawab semuanya. Apa yang aku pertanyakan adalah kenyataan. . . Logika yang sudah begitu lama kau puja.

PROTONEMA

Protonema............... Dan angin pun berbisik akan harapan Redakan kerinduan yang semakin dalam mencoba bertahan walau asa itu semakin ada tiada pernah hilang walau terus berjalan Hai Sayang, Coba rasa cintaku di dada sesungguhnya cukup lama rinduku kutunda Aku mohon rindukan aku. Aku rindu padamu.

wanita penyeduh kopi

sebanyak kata yang pernah diucapkan olehnya, sebanyak kata yang kau dengar dari bibirnya mata, wajah, senyum dan rambutnya yang selalu tersapu angin hingga menutupi pelipisnya sampai gerah cuma itu yang bisa aku ingat. cuma itu yang aku tau apa kamu ingat kata-kata terakhirmu yang kau ucap diujung teleponku malam itu. begitu hambar, begitu lucu, begitu menggemaskan. jika kau sudi akan aku ulangi. tapi tak apa. aku ini wanita yang ada dipikiranmu. jadi selama kau anggap tidak mengapa aku pasti akan sama. mungkin bagi Tuhanku, dicukupkan waktuku bersamamu. kalau kata Tuhanmu bagaimana? pernahkah kau bertanya? jangan sebut ini berakhir sayang, bilang pada mereka aku baru saja mengenalmu. aku rindu kata-kata penuh pemikiran darimu. aku rindu cinta-cinta yang terselip dalam buku-buku sejarah milikmu. aku rindu dekap mata yang selalu membuatku betah bersama. aku rindu genggam tangan yang menjagaku dari pelarianmu untuk Tuhanku. aku rindu. apa ada yang ingin kamu tau dari aku? s

Cintamu dan Kopi Milikku

setiap pagi aku butuh kopi untuk menyemangati hariku setelah subuh cintamu juga, aku butuh cintamu tiap pagi untuk membangunkanku dari mimpi yang bukan tentang kamu kopiku hanya untukku, semua rasa yang aku buat sendiri, hanya aku yang sanggup menelannya cintamu juga, aku tak rela membagi dengan yang lain apalgi dengan dia kopiku hangat, diminum sedikit demi sedikit agar kunikmati rasa kopinya sedikit demi sedikit dari ujung lidah sampai pangkalnya cintamu juga lebih hangat dari kopiku dipagi hari, apa kau percaya hangatnya cintamu mampu menandingi matahari, mungkin aku lewati hari tanpa pagi karena hangat sapamu cintamu juga sama seperti kopiku, aku mengertinya sedikit demi sedikit, aku mau aku mengertimu, begitu juga kamu sepertinya cintamu dan kopi milikku sama, sama-sama membuat candu.  jadi maafkan aku… sebenarnya dirimu selalu ada, mungkin aku tidak melihatmu atau mungkin kamu selalu larut dalam panasnya air perasaan dicangkir hati dalam kopi pagi ini

Lagu Andity dan kekacauan Twitter sore ini

Lagu Andity dan Kekacauan Twitter sore ini Banyak kata yang tak bisa menggambarkan kita, bagaimana kita. sore ini adalah cerita. jika tangis bisa ditumpah, jika luka bisa dibagikan satu persatu, kita iklas menerimanya. tapi perasaan tak bisa begitu, kamu, kamu, kamu, kamu. . . perasaanmu berbeda.   kisah cinta memang paling pelik, perasaan memang sensitif. soal hati memang berbeda dari biasanya, siapa coba main-main pasti dipermainkan. kalau aku boleh pinta Tuhan, jangan aku lagi yang merasakannya. kalau aku boleh pinta ya Tuhan, jangan teman, sahabat dan orang-orang yang aku sayangi lagi yang merasakannya. :( Mungkin egois, tapi aku mohon jangan. jika hidup begitu seimbang, maka seimbangkanlah aku, keluarga, teman-temanku, dan sahabat-sahabatku keseseorang yang baik. bukannya kita juga orang baik, pasti mudah Engkau kasih yang baik juga. aku percaya itu. seseorang pernah bicara tentang kisah Adam dan Hawa yang saling jatuh cinta, dia bilang Hawa terbuat dari tulang rusuk

Listen

“I don’t have to tell you what I’m feeling (what I’m feeling) Don’t need to know for whom your feeling is I just really want to see your face again (see your face again) And those smile I’ve seen when your crying” Lagu Nowhere End dari The S.I.G.I.T  membahana dari dashboard mobil. Ada ketukan-ketukan seirama dengan dentuman drum yang diketuk Fana pada kemudinya. Padahal hampir 2 jam mobilnya berhenti di tol dalam kota. Padahal langit diluar sudah menelan malam ditambah gerimis hujan. Bukan rahasia kota seribu cahaya dengan jutaan kehidupan didalamnya sering membuat orang-orang sekitar menutup telinga oleh suara keluhannya sendiri. Fana kelihatan gelisah, garuk-garuk kepala dengan kesal kenapa bisa stuck selama 2 jam di tol dalam kota. Segala jurus penghilang bete sudah Fana lakukan. Mulai dari mendengarkan lagu dari band favorit, update status di facebook atau twitter, bbm temen-temen sekedar say hello tapi semua tetap nihil. Diputarnya otak dan akhirnya Fana ambil keputus

22 Januari

‘Sulit menunggu sesuatu yang kamu tahu tak akan terjadi ,  tapi lebih sulit berhenti menunggu karena kamu tahu itu hal yang kamu inginkan.’ **             Tara menggenggam erat jemari Noval, seakan- akan esok hari mereka tidak akan pernah bertemu lagi. Ia melirik kearah tangan kanan kekasihnya yang sudah menggerek sebuah koper besar. Lalu Tara menatap bandara yang terlihat megah dihadapan nya, sekali lagi ia menatap Noval memohon.             Tapi hanya ada segurat senyum diwajah pria itu. Ia seolah tak mau mengerti perasaan Tara dan akan melanjutkan niat nya, ditarik nya Tara memasuki bandara itu. Lalu mereka duduk diruang tunggu.             Dibanding Noval , Tara terlihat lebih gusar. Ia benar-benar ingin menghilangkan hari ini, tak rela rasanya hal ini akan terjadi. “kamu bilang mau kemana? aku lupa, mungkin saja temanku ada yang bertanya” “Abudabi, Tara.”, Noval tersenyum lebar “kenapa kamu gugup begitu ?” Noval menatap Tara dalam.             Tara menggeleng.