Langsung ke konten utama

AR

mengapa hidup begitu penuh dengan harapan. kata-kata yang sering terucap oleh mereka begitu meyakinkan. rasanya begitu membuat dada ini kembang-kempis. menunggu bahagia yang banjir akibat  waktu.
bagaimana nasip seorang pemuda ini? berkali-kali mengulang kejadian yang sama di waktu yang tak jauh beda. 
adakalanya aku tak mengerti cara-cara Tuhan memegang hidupnya yang begitu rumit. beberapa kali harapan itu didepan mata tapi di tatapan yang sama dia mengubahnya.
seberapa banyak Kamu mencintainya Tuhan?
kenapa senyum itu tak pernah sempat ditariknya. padahal kabar-kabar bahagia telah diterima dunia. 
jika benar ada pilihan dalam hidupnya, berikanlah yang terbaik untuknya.
jika masih belum juga, aku mohon tabahkanlah hatinya, teguhkanlah imannya, tetapkanlah pandangannya hanya kepadaMu.

sore ini aku pulang setelah beraktifitas seharian. wajahku pucat pasi menahan lelah. meski tanpa cermin. 
harusnya seperti biasa. 
minum teh atau sejenisnya lalu duduk menonton tv kemudian bercengkrama bersama keluarga.
tidak ada kata beda. minum teh dan sejenisnya sudah dilakukan bersama keluarga dan menonton tv. 
kemudian melanjutkan makan malam sendiri diantara perut kenyang disekitaran. 
mata dan hati yang tak perhatikan makanan membuat gelisah. aku melihat butir airmata di kedua matanya sama banyak. aku tak ingin berbohong jika isi kepala penuh pertanyaan.
tapi mataku juga dibaca seseorang.
sebelum ku buka mulut untuk alasan berbeda ada mulut lain yang bicara. 
bicara kecewa.
aku melihatnya lagi. kali ini matanya melihat kebawah. tepat kebawah. 
aku pikir itu ungkapan kecewa yang lebih dalam dari yang aku punya. setelah kata kecewa di ucapkan dengan benar dan jelas. 
menurutmu apa masih ada kekuatan untuk menelan sebutir nasi ketika airmata ingin jatuh tanpa permisi?
aku menangis.


"apasalahnya punya usia yang lebih tua? apa salah menjadi seorang dengan lulusan SMA? meski begitu aku masih bisa bekerja. aku bisa sekolahkan adikku sampai wisuda. aku masih bisa bermimpi memiliki keluarga. tapi apa yang dipikirkan mereka? apa tak bisa melihat ketulusanku? "

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hujan di lantai delapan

Malam ini cuaca tak seberapa bagus, bau air dimana-mana. Hujan turun. Seperti biasa, waktu berputar 24 jam dalam sehari, berhitung tak pernah lelah. Menentukan cahaya dan gelap masuk sesuai jadwalnya.  Hujan hari ini sangat bahagia, ditemani kawan petir sesekali. Aku tak memiliki alasan, mungkin mereka tertawa melihat tingkah manusia yang semakin hari semakin kejam. Aku sempat lupa. Hujan juga berkawan angin. Kadang masuk kesela tulang di pinggiran jalan yang gelap. Merubah murung si tukang air panas yang tak laku, menjadi tawa penuh harap. Bias-bias lampu yang indah kemudian masuk melalui kaca. Kegelapan yang seharusnya menyelimuti cakrawara kini sirna karena cahaya. Makna apa yang kamu miliki kini? adakah yang bisa kau simpan? setidaknya dalam hati. Jangan percaya siapapun. Apalagi pada gelap yang hanya beri bias. Cukup hidup pada pedoman keyakinan, doa orang tua, dan simpanan masa depan.

wanita penyeduh kopi

sebanyak kata yang pernah diucapkan olehnya, sebanyak kata yang kau dengar dari bibirnya mata, wajah, senyum dan rambutnya yang selalu tersapu angin hingga menutupi pelipisnya sampai gerah cuma itu yang bisa aku ingat. cuma itu yang aku tau apa kamu ingat kata-kata terakhirmu yang kau ucap diujung teleponku malam itu. begitu hambar, begitu lucu, begitu menggemaskan. jika kau sudi akan aku ulangi. tapi tak apa. aku ini wanita yang ada dipikiranmu. jadi selama kau anggap tidak mengapa aku pasti akan sama. mungkin bagi Tuhanku, dicukupkan waktuku bersamamu. kalau kata Tuhanmu bagaimana? pernahkah kau bertanya? jangan sebut ini berakhir sayang, bilang pada mereka aku baru saja mengenalmu. aku rindu kata-kata penuh pemikiran darimu. aku rindu cinta-cinta yang terselip dalam buku-buku sejarah milikmu. aku rindu dekap mata yang selalu membuatku betah bersama. aku rindu genggam tangan yang menjagaku dari pelarianmu untuk Tuhanku. aku rindu. apa ada yang ingin kamu tau dari aku? s...

Toko Buku

Kita pernah bertemu. Di sebuah toko buku. Berbincang seperti sudah saling mengenal jauh. Kemudian menarik senyum satu persatu. Aku perhatikan bentuk wajahmu diantara sela-sela buku. Mengintip malu-malu. Wajah yang merah seperti tertangkap basah. Mata yang ramah juga teduh mengajak aku bicara tanpa kata. Rambutnya sedikit panjang. Alis tebal. Hidung mancung dan bibir kecil tipis yang terlihat bawel. Tidak tampan. Tapi senyummu manis. Apa ini terlihat keterlaluan? mengingat seorang dirimu begitu jauh. Salah siapa yang menegur seorang tak dikenal di toko buku. Mengajak diskusi asal dengan modal "sendirian?" Mungkin salahku, menjawab pertanyaan asing terlalu cepat. Tapi ini kesalahanmu karena mengikuti langkah kakiku. Apa aku terlalu percaya diri untuk bilang kamu menyengaja. atau alasan karena datangmu juga sendirian. Jadi merasa sependerita dan sepenanggungan. Ini hanya sekali. Seperti ada sesuatu saat di toko buku. Berjalan seperti sepasang sepatu sambil bercengkrama. T...