‘Sulit menunggu sesuatu yang kamu
tahu tak akan terjadi ,
tapi lebih sulit berhenti menunggu
karena kamu tahu itu hal yang kamu
inginkan.’
**
Tara
menggenggam erat jemari Noval, seakan- akan esok hari mereka tidak akan pernah
bertemu lagi. Ia melirik kearah tangan kanan kekasihnya yang sudah menggerek
sebuah koper besar. Lalu Tara menatap bandara yang terlihat megah dihadapan
nya, sekali lagi ia menatap Noval memohon.
Tapi hanya ada segurat senyum diwajah pria itu. Ia seolah
tak mau mengerti perasaan Tara dan akan melanjutkan niat nya, ditarik nya Tara
memasuki bandara itu. Lalu mereka duduk diruang tunggu.
Dibanding Noval , Tara terlihat lebih gusar. Ia
benar-benar ingin menghilangkan hari ini, tak rela rasanya hal ini akan
terjadi.
“kamu bilang mau
kemana? aku lupa, mungkin saja temanku ada yang bertanya”
“Abudabi, Tara.”, Noval
tersenyum lebar “kenapa kamu gugup begitu ?” Noval menatap Tara dalam.
Tara menggeleng. Noval termasuk pria penyabar. Sepanjang
perjalanan tadi, sudah berulang kali Tara menanyakan tujuannya. Tidak mungkin
wanita itu tak mengingat nya, bahkan dari satu bulan yang lalu Noval juga sudah
memberitahunya.
Suara operator memanggil penumpang untuk penerbangan
menuju Abudabi. Noval berdiri dan hendak melangkah pergi, tapi Tara menahannya.
Ketika Noval berbalik ia menemukan Tara yang sudah menangis kencang.
Ia menghela nafas panjang, dan mendekap Tara. Awalnya ia
tidak mau menangis, tapi melihat Tara yang begitu menyedihkan Noval luluh juga.
Tapi Noval enggan untuk membuat suasana menjadi lebih buruk.
Noval mencengkram bahu Tara keras. Dengan mantap ia
menatap Tara yang masih berlinangan air mata itu.
“Hanya tiga tahun, Tara.
Kita masih bisa berhubungan lewat dunia maya , jangan buat ini jadi sulit”, yakin
Noval.
“Aku hanya sedih , Noval”
“Baik, tiga tahun lagi
tunggu aku disini. Di tanggal yang sama, waktu yang sama, ok?”
Tara mengangguk. Ia memperhatikan punggung Noval yang semakin
lama tak terlihat, limabelas menit kemudian pesawat yang ditumpangi Noval lepas
landas. Tiga tahun ! aku pasti bisa !!
**
Waktu begitu cepat berlalu, tapi tidak bagi Tara. Tiga
tahun terasa sangat panjang, dan hari terasa tidak ada habisnya. Karena tidak
ada Noval disampingnya. Pria itu berdusta, sejak seminggu ia berangkat ke Abudabi
ia tak pernah menghubungi Tara seperti yang dijanjikannya.
Tara merapikan beberapa buku yang berserakan di
perpustakaan itu. Enambelas bulan yang lalu ia menjadi pegawai di salah satu
perpustakaan ternama. Membaca bisa menjauhkan nya dari rasa bosan karena menunggu.
Dilihatnya sebuah tempat yang lenggang, ia berjalan
kearah nya. Perpustakaan itu dua tingkat, dan kini ditingkat dua ia bisa
merasakan angin yang berhembus melalui jendela yang terbuka itu.
Rambutnya menari-nari mengikuti gerakan angin. Ia mengerang
keras, geram sendiri karena sampai sekarang ia tidak mendapat kabar sedikitpun dari
Noval. Tara menyerah untuk berpikir mengapa Noval tak juga menghubunginya, ia
kembali ke mejanya. Menunggu para pengunjung datang.
“Benarkah? tanggal 21
itu tanggal yang baik lho … semoga
langgeng”
Tara terkesiap mendengar perbincangan dua orang gadis diujung
meja sana. Ia menatap kedua orang itu serius, tapi mereka berdua malah menjadi
kikuk karena berpikir mengganggu ketenangan.
Memang mengganggu ketenangan, terutama ketenangan Tara.
Diambil Tara kalender meja disampingnya, disana sebuah tanggal sudah dibulatkannya.
Besok adalah tanggal 22 Januari, berarti tepat hari esok Noval akan kembali ke
Indonesia. Secercah harapan perlahan kembali menghampirinya.
**
Tara sudah berdesak-desakan dengan orang banyak ditempat
kedatangan dalam negeri. Ia mencari tempat dimana ia bisa melihat Noval dari
segala sudut. Walau Tara tahu, Noval datang sekitar pukul empat sore tapi ia
sudah datang sejak pagi. Ia terlalu semangat, mungkin saja Noval datang lebih
awal. Tapi tidak, sepertinya Noval akan datang tepat pada waktunya.
Jam ke jam pun berlalu, kegelapan telah menguasi langit.
Tapi sosok Noval tidak muncul juga, riasan Tara mulai luntur karena terlalu
lama menunggu.
Tara
berjongkok dan memeluk kakinya sendiri. Matanya tak ia lepaskan dari pintu
kedatangan itu, walau ia lelah tak akan pernah ia biarkan melewati saat-saat Noval
kembali.
**
Kenapa
kau tidak kembali ?
Benak Tara terus berfikir, ini sudah lewat lima tahun dari
waktu yang dijanjikan oleh Noval. Berarti delapan tahun lamanya ia setia menunggu,
tiap sore Tara masih rutin ke Bandara. Menunggu Noval datang, jika sudah malam
ia akan kembali kerumah dengan kekecewaan.
Menyesakan memang, tapi harus bagaimana lagi? tubuhnya
bergerak sendiri untuk menjemput sang kekasih yang tidak pasti akan datang.
Perasaannya memberontak keras, jika ia berpikir untuk mengakhiri penantian
panjangnya. Dirinya masih membutuhkan seorang Noval.
“Tara !”
Ia berbalik kearah suara itu. Adji, rekan satu kerjanya
berlari-lari kecil menghampirinya. Pria itu terlihat sekali mempunyai rasa yang
berbeda pada Tara. Terlihat dari caranya menatap dan bicara kepada Tara, begitu
tulus.
Adji
juga tahu betul, kegiatan Tara disetiap sorenya. Baru saja Tara pulang dari
bandara, ia pulang lebih awal karena ada acara nanti malam.
Tara menatap Adji penuh, sepertinya Adji baru saja pulang
dari perpustakaan. Pakaian nya masih sama seperti terakhir kali Tara
tinggalkan.
“Ada apa , dji? tumben, sampai jemput aku segala”, Tanya
Tara keheranan.
“lagi nggak ada kerjaan. Karena aku tau kamu
pasti kesini, ya sudahlah…”
Wanita itu mengangguk pelan. Tara bukan nya tidak tahu
kalau Adji menyukainya, tapi karena Tara tahu. Ditolak berulang kalipun Adji akan
terus mengejarnya.
Tara juga tidak pernah meminta Adji untuk berhenti
menyukainya. Karena cinta itu milik seseorang, tidak sepantasnya kita
berkehendak untuk menghentikan perasaan itu. Bertepuk sebelah tangan sekalipun,
tak akan pernah ada undang-undang yang menghukum rasa itu.
**
Adji meletakan ranselnya dan segera menghampiri Tara yang
tengah memeriksa rak-rak buku dipojok perpustakaan.
“hai ,Tara !” sapa Adji
langsung “sibuk , ya ?”
“emang nya kamu nggak sibuk?”
“Tara, nanti malam kamu
datang kan? ke acara pernikahan Laras…”
“oh, pengunjung tetap
kita ya? sekarang tanggal berapa?”
“22 januari 2013,
lengkap kan ?”
Tara berbalik. Ia menatap jam dinding, pukul dua siang.
Tanpa membuang waktu ia menyabet tas-nya dan berlari menuju bandara. Adji
menarik nafas berat sekali, seharusnya
tidak perlu ku juwab sesal Adji.
**
Mata Tara kembali menyelidik, kali ini Tara lebih siaga
dari hari-hari sebelumnya. Ia menggenggam tangannya sendiri, jantungnya
berdegup kencang. Ia sangat gugup dari sebelumnya.
Semoga hari ini doanya di amini waktu. Ia ingin bertemu
dengan Noval, tak terhitung sudah rasa rindunya pada pria itu.
Adji yang sejak tadi menemani Tara hanya bisa
menyandarkan diri di salah satu pilar bandara, tidak pernah dibayangkan Adji
seberapa jenuh Tara menunggu pria sialan itu. Kenapa wanita sebaik Tara harus dicampakan
begitu saja? kenapa Tara terus mempertahankan seseorang yang tak menepati
janjinya?
Ketika memikirkan betapa bodohnya seorang Noval, Adji akan
kesal sendiri. Ia tak sabar dan segera menarik Tara pulang.
**
Akhirnya, Tara setuju untuk datang ke acara pernikahan
itu bersama Adji. Pria itu bahagia, meski harus dilandasi alasan pernikahan
orang lain tapi untuk pertama kalinya Tara setuju jalan bersamanya.
“Adji, sebelum kepernikahan
laras. Antarkan aku ke bandara dulu, siapa tau pesawat Noval datang terlambat”
“Sampai kapan Tara?,
kamu mau hidup di dunia mimpi? kalau Noval emang cinta kamu, dari awal dia
pasti kabarin kamu …”
Tara membeku, otaknya mencerna kata-kata Adji. Tapi batinnya
masih yakin, bahwa ia akan bertemu Noval. Entah kapan, tapi pasti bisa.
Adji menariknya masuk ke dalam rumah kokoh itu. Dari
undangan yang tertera memang bukan resepsi formal layak nya pernikahan lainnya.
Hanya sebuah garden party. Setelah menemukan si pemeran utama
malam ini, Adji segera berarah kearahnya.
“Adji! Tara! aku kira
kalian nggak hadir”, Laras menyambut
mereka gembira.
“selamat ya, Laras. Ini
bingkisan kecil dari aku sama Adji, jangan lihat isinya ya…”
“kalian jadi repot,
cukup dateng aja aku udah bahagia”
Tara menunduk lemah. Kelihatannya ia masih terpuruk dengan
kata-kata Adji tadi. Jujur, Adji juga merasa bersalah. Ia sudah tahu seberapa
rapuhnya Tara, tapi Adji malah semakin
mematahkan semangat hidup wanita itu.
“Adji, Tara, ini suami
ku…”
Kedua orang itu mendongak. Adji terkejut, karena pria
yang ada dihadapan nya sempurna bukan main. Ia tampan dan gagah. Tara juga
terkejut, tapi tidak untuk mengagumi kesempurnaan suami Laras.
Sepertinya do’a nya benar-benar terkabul. Tara sekarang
tahu seberapa baik tuhan, sehingga megabulkan segala do’anya. Tara rasa selama
ini ia salah berdoa. Seharusnya ia tidak hanya meminta dipertemukan dengan
Noval, tapi bertemu dengan Noval yang masih mencintainya.
Tara menitikan airmata. Bagai terhantam batu besar, dan
terjerumus kedalam jurang tanpa dasar. Noval, delapan tahun yang lalu ia jumpai
sebagai kekasih nya. Kini berdiri tegak, menyandang gelar suami orang.
Batinnya runtuh merasakan perih yang berkecamuk.
Merasakan penyesalan terdalam, karena penantian nya selama ini berakhir
sia-sia.
“maafkan aku, Tara”, Noval
membuka mulut lebih dulu.
Tara mengangguk cepat, ia membekap mulutnya kuat-kuat.
Agar isakan nya tidak terdengar luas dan mengacaukan pesta. Laras dan Adji
hanya bisa mematung, memperhatikan kedua orang itu bertingkah.
Dengan langkah yang berat Tara membawa dirinya pergi , cinta dihatinya
terkubur lagi.
Komentar
Posting Komentar